Seperti Apa Regulasi Mobil Listrik di Indonesia
Upaya untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor di Indonesia dengan mobil listrik tampaknya semakin jelas dengan disahkannya Peraturan Presiden tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk Transportasi Jalan.
Perpres No.55 Tahun 2019 ini akan menjadi payung kendaraan listrik di Tanah Air, bersama dengan Peraturan Pemerintah terkait PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) untuk kendaraan listrik ini. Regulasi yang dimaksud adalah PP 73 Tahun 2019, yang telah ditandatangani dan diundangkan Presiden Jokowi pada 15 Oktober 2019.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani nantinya akan ada perubahan skema perpajakan terkait Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang tidak lagi dihitung berdasarkan ukuran mesin dan bentuk kendaraan. Melainkan dihitung berdasarkan emisi gas buang dan penggunaan bahan bakar atau carbon tax.
Ada beberapa kategori yang dalam bocoran tersebut yakni kendaraan penumpang, komersil, kendaraan penumpang rendah emisi (KHB2) alias LCGC, hybrid, Pug in Hybrid Electrified Vehicle (PHEV), Flexy Engine, serta mobil listrik (BEV).
Pada mobil penumpang PPnBM dikenakan mulai dari 15 persen hingga 40 persen yang berlaku untuk mobil berkapasitas 1.000 cc hingga 3.000 cc, sedangkan untuk 3.000 cc ke atas dikenakan PPnBM 40 persen hingga 70 persen. PPnBM diberikan dengan pertimbangan emisi gas buang dan konsumsi bahan bakar.
Sedangkan untuk kategori low cost green car (LCGC) alias kendaraan bermotor roda empat hemat energi dan harga terjangkau (KBH2), PPnBM nya tidak lagi nol persen tetapi meningkat jadi 3 persen, dengan kapasitas mesin 1.500 cc sampai 3.000 cc. Pembebasan PPnBM dialihkan untuk kendaraan berkategori PHEV dan listrik penuh.
Mobil hybrid memiliki tiga kategori yang tergantung pada emisi gas buang dan kapasitas mesin. Pertama, jika mobil mengusung mesin 1.500 cc sampai 3.000 cc, dengan konsumsi bahan bakar 23 kilometer per liter (kpl) maka PPnBM-nya sekitar 2 persen sampai 8 persen. Kedua, pada kapasitas mesin yang sama dengan konsumsi bahan bakar 18,5 kpl sampai 23 kpl, PPnBM mulai dari 5 persen sampai 10 persen. Semakin besar konsumsi bahan bakarnya, mobil tipe ini juga akan dikenakan biaya PPnBM semakin besar.
Ketiga, untuk mobil hybrid bermesin 3.000 cc ke atas, besaran PPnBM mulai dari 20 persen sampai 30 persen. Kategori terakhir diisi oleh supercar atau mobil berkubikasi di atas 4.000 cc. Mobil tersebut tidak lagi dikenakan PPnBM sebesar 125 persen melainkan 95 persen.
Namun kapan implementasi terkait regulasi mobil listrik ini akan mulai diberlakukan sampai saat ini belum ada kelanjutannya. Mengingat masih ada pihak-pihak yang juga harus mengatur regulasi terkait dengan mobil listrik ini, seperti infrastruktur dan juga pengujian layak jalannya.